Tuesday, April 29, 2025

Proyek Internet Pemprov Kalbar Jadi Ladang Korupsi, Dua Tersangka Ditahan Kejaksaan


Jabar Expose - Pontianak | Proyek digitalisasi layanan pemerintahan di Kalimantan Barat yang seharusnya menjadi simbol transparansi, justru berubah menjadi ladang korupsi. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Kalbar, S, resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri Pontianak pada Selasa (29/4/2025), bersama seorang rekanan proyek, AI, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan jaringan serat optik senilai lebih dari Rp6 miliar.

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka sejak Juli 2024, namun baru ditahan pada April 2025 setelah proses penyidikan intensif yang dimulai sejak Januari lalu. Proyek ini didanai oleh APBD Kalbar Tahun Anggaran 2022 dan dilaksanakan melalui sistem e-katalog platform resmi pengadaan barang dan jasa pemerintah. 

Namun, penyidik menemukan adanya praktik mark-up anggaran serta rekayasa spesifikasi teknis yang menyimpang dari kontrak.

> “Ada ketidaksesuaian antara harga dan spesifikasi teknis. Kerugian negara jelas terlihat,” ujar Kepala Kejari Pontianak, Aluwi, SH, MH.

Kasus ini mengguncang kepercayaan publik terhadap proyek digitalisasi pemerintah. Sejumlah warga menyuarakan kekecewaannya, merasa dibohongi oleh program yang seharusnya membawa kemajuan.

> “Dari awal harganya sudah mencurigakan. Sekarang terbukti, bukan transparansi yang didapat, malah malu,” kata Rendi (34), seorang teknisi jaringan di Pontianak.

> “Uang miliaran buat internet, tapi sinyal di kantor sering mati. Malah dikorupsi pula,” keluh **Mardiyah (57)**, warga lainnya.

Menurut pengamat hukum Kalbar, Arman Saputra, kasus ini menunjukkan bahwa praktik korupsi kini bergerak ke sektor-sektor baru yang dianggap ‘tak kasat mata’ oleh masyarakat awam.

> “Dulu korupsi dominan di proyek fisik. Sekarang di balik layar digitalisasi. Tapi motifnya sama—memperkaya diri,” katanya.

Ia juga mengingatkan agar penegakan hukum tidak berhenti pada pejabat pelaksana teknis semata.

> “Jika hanya PPK dan rekanan yang dijerat, publik akan menganggap ini setengah hati. Harus ditelusuri siapa yang memberi restu di atas,” tegasnya.

Kejaksaan Negeri Pontianak membuka kemungkinan adanya tersangka tambahan dalam perkara ini. Proses penyidikan masih berjalan, termasuk penelusuran aliran dana dan keterlibatan pihak lain.

Penahanan ini menjadi peringatan keras: transparansi digital tak akan berarti tanpa integritas pejabatnya. Bila tidak dibarengi pengawasan ketat, jargon “pemerintahan digital” hanya akan menjadi kedok baru bagi perilaku lama korupsi.


• Rls /NP

Add Comments