Jabarexpose.id - Yogyakarta | Suasana panas mewarnai kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) setelah Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) UGM resmi menyatakan mosi tidak percaya terhadap Rektor UGM, Prof. Dr. Ova Emilia.
Pernyataan ini dirilis pada Jumat (23/5/2025) sebagai bentuk kekecewaan mahasiswa terhadap sikap Rektor yang dianggap abai dalam menyikapi memburuknya iklim demokrasi nasional.
Aksi ini merupakan puncak dari rangkaian protes yang sudah berlangsung selama sepekan terakhir. Mahasiswa mendirikan tenda dan berkemah di Balairung UGM sebagai simbol perlawanan terhadap situasi politik yang mereka nilai sarat kecurangan.
Pemicu utama gerakan ini adalah hasil Pemilu 2024 yang melahirkan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
BEM KM UGM menilai proses tersebut berlangsung melalui manipulasi konstitusional yang diduga melibatkan Presiden Joko Widodo.
Dalam pernyataan resminya, BEM menyoroti berbagai kebijakan kontroversial pemerintahan Prabowo, seperti Program Makan Bergizi Gratis, Instruksi Presiden tentang Efisiensi Anggaran, hingga Program Danantara.
Mahasiswa menilai program-program tersebut dijalankan tanpa pertimbangan matang dan mengabaikan suara rakyat.
Lebih jauh, mahasiswa juga mengecam rencana revisi Undang-Undang TNI yang dinilai sebagai upaya menghidupkan kembali Dwifungsi TNI.
Mereka menilai militerisme mulai merambah kampus dengan dalih penguatan nasionalisme, sebuah kemunduran dari semangat Reformasi 1998.
Tak hanya soal kebijakan, mahasiswa juga menyoroti maraknya tindakan represif terhadap aktivis kampus yang menyuarakan kritik.
“Demokrasi dalam bahaya!” tegas BEM dalam siaran persnya.
Pada Rabu (21/5), Rektor Ova Emilia sempat menemui mahasiswa dalam forum dialog terbuka. Namun, pertemuan itu dinilai BEM hanya berisi omon-omon alias omong kosong tanpa komitmen konkret.
“Betapa malu kami sebagai mahasiswa Kampus Kerakyatan menyaksikan rektor lembek menghadapi ketidakadilan yang kasat mata,” tulis mereka.
Sebagai bentuk tekanan moral, mahasiswa mendesak Rektor menyatakan mosi tidak percaya kepada pemerintah atau setidaknya mengambil sikap tegas yang membuktikan keberpihakan kepada rakyat.
Hingga tuntutan itu dipenuhi, BEM KM UGM menyatakan mosi tidak percaya tidak akan dicabut.
Aksi ini menjadi sorotan nasional dan menandai babak baru ketegangan antara civitas akademika dan otoritas kampus dalam menghadapi tantangan demokrasi di Indonesia.
• NP