Praktisi Hukum Nilai Kenaikan NJOP Karawang Tak Sah, Berpotensi Cacat Hukum

Andika Kharisma, SH., CPL.
KARAWANG – METROPLUS.ID | Praktisi hukum Andika Kharisma, SH., CPL., menilai kebijakan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun 2021 di Kabupaten Karawang yang mulai berlaku sejak 2022 tidak memiliki dasar hukum yang kuat, khususnya dalam aspek tata cara penilaian dan metode penghitungan pajak.


Menurut Andika, berdasarkan Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 85 Tahun 2019 yang kini diperbarui menjadi PMK Nomor 85 Tahun 2024, setiap pemerintah daerah wajib menetapkan tata cara penilaian NJOP melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada). Namun, hingga kini, ia menduga Pemkab Karawang belum memiliki regulasi tersebut.


“Ketentuan ini jelas mengatur bahwa tata cara penilaian harus diatur oleh Kepala Daerah. Tanpa aturan itu, penentuan nilai NJOP menjadi tidak sah secara administrasi karena tidak ada dasar penilaian yang baku,” ujar Andika, Jumat (17/10/2025).


Ia menambahkan, penyesuaian NJOP di Karawang dilakukan setelah sembilan tahun tanpa pembaruan, yakni sejak 2013 hingga 2021. Padahal, UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) mengamanatkan penyesuaian setiap tiga tahun sekali.


“Rentang sembilan tahun menyebabkan lonjakan nilai pasar tanah sangat tinggi, tetapi karena tidak ada metode penilaian resmi, angka NJOP yang dipakai bisa dikatakan asal-asalan. Inilah yang membuat PBB naik berlipat-lipat,” jelasnya.


Andika mencontohkan, banyak warga yang semula membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp100 ribu per tahun, kini harus membayar hingga Rp300 ribu bahkan Rp3 juta setelah penyesuaian NJOP.


“Kalau NJOP dinaikkan secara sepihak tanpa dasar penilaian yang jelas, otomatis nilai pajak ikut melonjak. Itu yang dirasakan masyarakat sekarang,” tambahnya.


Lebih jauh, ia menegaskan bahwa tanpa adanya Perkada sebagai dasar hukum, keputusan Bupati Karawang tahun 2021 berpotensi cacat formil dan materiil, sehingga dapat diajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA).


“Dalam hukum administrasi, keputusan yang tidak sesuai dengan peraturan di atasnya bisa dinyatakan batal demi hukum. Artinya, keputusan itu dianggap tidak pernah ada,” tegasnya.


Selain itu, Andika juga menilai kebijakan tersebut tidak memiliki kepekaan sosial karena diterbitkan pada masa pandemi COVID-19, saat kondisi ekonomi masyarakat sedang terpuruk.


“Kenaikan pajak di masa sulit menunjukkan kurangnya empati pemerintah daerah,” ujarnya.


Sebagai solusi, Andika mendorong Pemerintah Kabupaten Karawang untuk segera menyusun Peraturan Kepala Daerah tentang tata cara penilaian NJOP, agar sistem penghitungan PBB di masa depan memiliki dasar hukum yang jelas, sah, dan transparan.


“Semestinya tidak hanya menaikkan Pajak PBB, tetapi Pemerintah Daerah juga bisa menggali sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) lain dari sektor industri dan tenaga kerja asing,” pungkasnya. (Cung)