Foto : Kuasa hukum PT. PPJM, Dr. Gary Gagarin Akbar, SH., MH, bersama rekan.
Jabar Expose–Karawang | Konflik panjang terkait pengelolaan limbah ekonomis di PT. H-One Kogi Prima Auto Technologies Indonesia (PT. Hk-PATI) kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi PT. Cahaya Mitra Utama (PT. CMU) atas nama H. Muhamad Toha, sengketa antara PT. CMU dan PT. Putra Perbangsa Jaya Mandiri (PT. PPJM) memasuki babak baru yang lebih panas.
Kuasa hukum PT. CMU, Dr. H. Abdul Kadir SH. MH, telah mengajukan permohonan eksekusi atas putusan kasasi tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Karawang. Namun langkah ini langsung ditanggapi serius oleh pihak lawan.
Dr. M. Gary Gagarin Akbar SH. MH, kuasa hukum PT. PPJM, menegaskan bahwa meskipun pihak lawan menang di tingkat kasasi, mereka tidak tinggal diam.
Ia menyampaikan bahwa kliennya, H. Suparno selaku Direktur Utama PT. PPJM, akan menempuh upaya hukum luar biasa melalui Peninjauan Kembali (PK).
Menurut Dr. Gary, banyak pertimbangan hakim di tingkat kasasi yang dinilai tidak jelas dan kurang mendalam dalam memahami pokok perkara. Hal inilah yang mendorong pihaknya untuk mengajukan PK.
"Kami menilai putusan tersebut mengandung banyak pertimbangan yang sumir dan obscuur, sehingga sangat layak untuk diuji kembali melalui PK," ujar Dr. Gary, Sabtu (10/5/2025).
Merespons rencana eksekusi oleh PT. CMU, kuasa hukum PT. PPJM menyatakan akan segera mengajukan permohonan penundaan eksekusi begitu mereka menerima surat resmi dari PN Karawang.
"Sampai hari ini, kami belum menerima surat resmi dari pengadilan terkait eksekusi. Tapi kami siap mengajukan permohonan penundaan," tegasnya.
Meskipun Pasal 66 ayat (2) UU Mahkamah Agung menyatakan bahwa pengajuan PK tidak menunda eksekusi, Dr. Gary mengacu pada Lampiran Keputusan Dirjen Badilum No. 40/2019 yang membuka peluang penundaan eksekusi jika permohonan PK diajukan dengan alasan yang sangat mendasar dan didukung bukti kuat.
Dr. Gary juga menyoroti dalih dari pihak tergugat yang menyebut perjanjian bisnis dilakukan dalam tekanan. Ia mempertanyakan mengapa perjanjian itu tidak dibatalkan sejak awal jika memang dibuat secara tidak sukarela.
"Setelah enam tahun baru mengaku dipaksa? Ini jelas tidak masuk akal. Gugatan wanprestasi kami didasari perjanjian resmi yang dibuat secara business to business," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa seharusnya perjanjian itu berlaku sebagai "undang-undang" bagi kedua belah pihak, bukan justru dibelokkan menjadi tuduhan perbuatan melawan hukum pasca putusan kasasi.
Di luar sengketa perdata, PT. PPJM juga mengambil langkah pidana. Dr. Gary mengungkapkan bahwa kliennya telah melaporkan H. Toha ke Polres Karawang atas dugaan pelanggaran UU ITE, berupa ancaman dan ujaran kebencian melalui media sosial.
*"Kami tidak hanya menempuh jalur perdata, tapi juga pidana. Laporan ini akan segera kami tindak lanjuti,"* pungkasnya.
Publik tentu berharap agar seluruh proses hukum berjalan transparan, adil, dan tetap menjunjung tinggi supremasi hukum.
• Red