Foto : Jampidum Kejaksaan Agung, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana (dok: Ist)
Jabar Expose - Jakarta | Terobosan hukum kembali dilakukan oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyetujui satu pengajuan permohonan penyelesaian perkara narkotika melalui pendekatan restorative justice dalam ekspose perkara yang digelar Rabu, 7 Mei 2025.
Perkara yang disetujui untuk diselesaikan melalui keadilan restoratif tersebut berasal dari Kejaksaan Negeri Ambon, dengan tersangka Abd Rasyid Marasabessy alias Cide.
Ia sebelumnya dijerat dengan Pasal 114 Ayat (1), atau Pasal 112 Ayat (1), atau Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Keputusan ini diambil setelah melalui kajian mendalam dan pertimbangan kemanusiaan yang berlandaskan asas keadilan. Beberapa alasan kuat yang melandasi keputusan ini antara lain:
* Tersangka terbukti positif menggunakan narkotika berdasarkan hasil laboratorium forensik;
* Hasil penyidikan menunjukkan tersangka tidak terlibat dalam jaringan peredaran gelap narkotika, melainkan hanya sebagai pengguna akhir (end user);
* Tersangka tidak pernah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO);
* Asesmen terpadu mengklasifikasikan tersangka sebagai pecandu atau korban penyalahgunaan narkotika;
* Tersangka belum pernah atau baru menjalani rehabilitasi maksimal dua kali;
* Tidak ditemukan peran tersangka sebagai produsen, bandar, pengedar, maupun kurir.
Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menegaskan bahwa penyelesaian perkara ini merupakan implementasi dari Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang penyelesaian perkara narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif.
> "Para Kepala Kejaksaan Negeri diminta segera menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai asas Dominus Litis jaksa," tegas JAM-Pidum.
Langkah ini menjadi wujud nyata pendekatan humanis dalam penegakan hukum di Indonesia, sekaligus mempertegas bahwa pecandu narkotika lebih tepat dibina dan direhabilitasi daripada dipenjara.
Pendekatan ini diharapkan mampu mengurangi angka over kapasitas di lembaga pemasyarakatan serta mendorong pemulihan korban penyalahgunaan narkotika.
• sumber : Penum Kejagung